Implikasi Ekonomi dan Ketenagakerjaan Indonesia Akibat Aksi Boikot Produk Terkait Israel

Massa bela Palestina saat menuju kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Minggu (05/11/2023). Foto by Jawa Pos.

Jatim1.com-Boikot terhadap produk yang diduga mendukung Israel dapat menimbulkan konsekuensi yang sulit dikelola. Selain berpotensi salah sasaran, pemerintah Indonesia dianjurkan untuk mempertimbangkan kemungkinan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang mungkin terjadi di perusahaan-perusahaan yang memiliki produk atau merek yang terpengaruh dampak negatif.

Mohammad Faisal, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), menyatakan bahwa aksi boikot terhadap produk yang diduga terhubung dengan Israel memiliki dua aspek. “Dari satu sisi, saya melihat boikot ini sebagai gerakan moral yang diharapkan dapat meningkatkan atau mengoptimalkan tekanan terhadap Israel,” katanya pada wartawan pada tanggal 13 Desember.

Baca Juga :  Krisis Pasokan Cabai: Harga Meroket di Jawa Timur dan Tantangan Petani Menghadapi Musim Kemarau

Namun, Faisal juga mengakui bahwa aksi tersebut berdampak pada ekonomi Indonesia dan perlu diantisipasi dengan serius. Dia menekankan perlunya sikap hati-hati karena daftar produk yang menjadi target boikot mungkin tidak selalu benar terkait afiliasi dengan Israel, terutama ketika daftar tersebut berasal dari media sosial yang kebenarannya belum tentu valid.

Faisal menyatakan keprihatinannya terhadap potensi kesalahan sasaran, yang dapat merugikan solidaritas terhadap Palestina dan mengurangi tekanan terhadap Israel. Dampak aksi boikot sudah terlihat dalam pengurangan produksi dan penjualan produk serta merek yang menjadi sasaran. Oleh karena itu, Faisal menyarankan agar pemerintah mengambil tindakan antisipatif, terutama terkait kemungkinan PHK.

Baca Juga :  Hasil Pertandingan Liga 2: Deltras Sumbangkan Kemenangan 1-0 atas Persijap

Eko Listiyanto dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) juga menekankan dampak signifikan terhadap ketenagakerjaan, terutama pada produk Fast Moving Consumer Goods (FMCG) yang memiliki keterkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat. Para pengusaha melaporkan penurunan omzet hingga 30%, sedangkan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) melaporkan penurunan sekitar 40% untuk produk FMCG.

Ketua Umum Aprindo, Roy Nicholas Mandey, membenarkan penurunan omzet untuk beberapa produk tertentu, seperti susu bayi, susu anak, dan susu lansia yang diumumkan untuk boikot melalui media sosial. Roy menyatakan kekhawatirannya bahwa aksi boikot dapat berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi kuartal III 2023, memproyeksikan penurunan pertumbuhan ekonomi di bawah lima persen pada tahun tersebut.

Baca Juga :  Rumah Makan Gratis di Kota Blitar: Semua Bisa Bersantap Tanpa Bayar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *