Tari Tayub dari Nganjuk: Warisan Budaya yang Mempererat Hubungan Sosial

Tari Tayub dari Nganjuk: Warisan Budaya yang Mempererat Hubungan Sosial, Foto TikTok by@gus.sul91

Jatim1.com- Indonesia kaya akan keberagaman budaya, dan salah satu contohnya adalah Tari Tayub dari Nganjuk. Tarian ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Nganjuk sejak zaman dahulu. Seperti tari tradisional lainnya, Tayub melibatkan sinden, pemain gamelan, dan tentu saja penari, terutama wanita.

Sejarah Tari Tayub Nganjuk

Tayub, yang berasal dari “ditata supaya guyub”, adalah tarian yang diciptakan untuk mempererat hubungan sosial dan menciptakan rasa kebersamaan di antara masyarakat. Dalam pertunjukan Tayub, peran penting dimainkan oleh waranggana atau penggambyong (wanita yang menari dan menyanyi), pengibing (pria tamu yang menari bersama waranggana), pramugari (yang mengatur jalannya pertunjukan), dan pengrawit (pemain gamelan).

Tari Tayub diyakini sudah ada sejak zaman Sunan Kalijaga, awalnya sebagai ungkapan terima kasih kepada Dewi Sri, dewi kesuburan, untuk hasil panen yang melimpah. Pertunjukan ini diyakini dapat membuat tanah subur dan hasil panen melimpah.

Pengaruh dari seni Mataram juga terlihat dalam Tari Tayub Nganjuk, terutama dalam desain busana, tata rias, lagu, dan gerakan yang mirip dengan tari Gambyong dari Jawa Tengah.

Busana dan Musik Tari Tayub Nganjuk

Waranggana mengenakan kostum tradisional Jawa seperti kebaya, kemben, kain panjang, dan sampur, dengan tambahan aksesori seperti sanggul, perhiasan, dan bunga. Pengibing dan pengrawit juga mengenakan busana adat Jawa lengkap, dengan variasi dalam aksesori dan hiasan.

Instrumen tradisional yang digunakan termasuk berbagai alat musik gamelan seperti kendang, bonang barong, bonang penerus, peking, slenthem, kempul, kenong, rebab, dan gong. Lagu-lagu yang dinyanyikan bervariasi, mulai dari gendhing langen tayub hingga lagu-lagu dangdut modern.

Gerakan Tari Tayub dan Kontroversinya

Gerakan dalam Tayub, terutama dari waranggana, sering kali menyoroti gerakan pinggul yang menggambarkan rasa terima kasih, doa, semangat, dan kebersamaan. Namun, meskipun memiliki makna positif, tarian ini sering mendapat citra negatif di masyarakat.

Sebagian masyarakat mengkritik bahwa gerakan waranggana terlalu menekankan aspek seksualitasnya, di mana gerakan dan sikapnya dianggap menggoda. Hal ini diperparah oleh aktivitas minum minuman keras selama pertunjukan, sehingga Tayub sering dikaitkan dengan konotasi negatif.

Meskipun demikian, seiring berjalannya waktu, Tayub tidak lagi digunakan sebagai ritual tetapi sebagai hiburan, meskipun tetap merupakan bagian dari warisan budaya yang harus dilestarikan sebagai identitas bangsa.

Exit mobile version