Jatim1.com – Opini – Di tengah geliat pembangunan, pertumbuhan ekonomi yang mulai stabil, dan kemajuan teknologi yang semakin inklusif, Indonesia tampaknya masih menghadapi satu penyakit kronis yang tidak kunjung sembuh: korupsi.
Ia bukan hanya menggerogoti anggaran, tapi juga merusak kepercayaan.
Ia bukan cuma soal uang yang dicuri, tapi tentang harga diri bangsa yang dicicil hilang sedikit demi sedikit.
Fakta yang Terus Berulang
Berdasarkan laporan Transparency International, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2024 tercatat 34 dari 100.
Skor ini menempatkan Indonesia di peringkat 115 dari 180 negara.
Dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, tidak ada peningkatan signifikan. Ini artinya, secara global, persepsi dunia terhadap upaya antikorupsi kita semakin mengecewakan.
Lebih menyedihkan, korupsi hari ini bukan hanya terjadi di pusat kekuasaan, tetapi menjalar ke semua lini—pemerintahan daerah, lembaga legislatif, aparat hukum, bahkan lembaga pendidikan dan keagamaan.
Kita tidak sedang menghadapi satu-dua pelaku. Kita sedang menghadapi sistem yang rusak dari dalam.
Korupsi Bukan Lagi Sekadar Tindak Kriminal, Tapi Cermin Budaya
“Korupsi telah menjadi bagian dari budaya kita.”
Pernyataan itu terdengar pahit, bahkan memalukan. Tapi bukankah kita diam-diam menyepakatinya?
Kita melihat orang menyuap polisi karena SIM. Kita menyaksikan orang tua “menitipkan” anaknya masuk sekolah favorit.
Kita menyaksikan pejabat yang hidup jauh mewah dari gaji resmi, tapi tak satu pun yang menggugat.
Ketika masyarakat tak lagi bereaksi, dan aparat tak lagi malu, maka korupsi telah berpindah dari pelanggaran menjadi kebiasaan.