Opini  

Soksi Optimis MK Tak Lampaui Wewenangnya ‘ Prabowo-Gibran, Presiden-Wapres Terpilih

Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional SOKSI. Ir. Ali Wongso Sinaga

Jika gugatan atau pengajuan permohonan terhadap hal-hal diluar hasil pilpres seperti hal-hal perselisihan tentang proses pilpres adalah sangat jelas bukan kewenangan MK sesuai Konstitusi dan UU MK. Adapun  perselisihan tentang proses pemilu termasuk proses pilpres adalah sesuai amanat UUD 1945 Pasal 22E ayat (6) mengamanatkan : “Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang”. Undang-undang itu adalah UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu mengatur bahwa Lembaga yang berwewenang memutus perselisihan tentang proses pemilu termasuk pilpres adalah Bawaslu yang didukung Gakumdu hingga PTUN.

Karena itu adalah aneh dimana pihak para pemohon Paslon 01 Anies-Amin dan Paslon 03 Ganjar-Mahfud tidak menggugat sebagaimana dalil-dalilnya itu ke Bawaslu hingga PTUN dimasa Pilpres pra Keputusan KPU, tetapi justru mereka menggugatnya ke MK yang semua tahu bahwa hal proses pilpres itu bukan kewenangan MK berdasarkan Konstitusi dan UU.

Prinsipnya sesuai UU Pemilu yang diamanatkan Pasal 22E ayat (6) UUD 1945, dugaan kecurangan apapun dan oleh siapapun dapat diproses oleh Bawaslu dengan dukungan Gakumdu sesuai proporsi permasalahannya dan jika diperlukan dapat dilanjut ke gugatan di PTUN. Jika memang terbukti ada pelanggaran berat maka Bawaslu dapat saja memutuskan agar KPU melaksanakan PSU (Pemungutan Suara Ulang) di lokasi – lokasi dimana terjadi kecurangan, seperti halnya yang terjadi di Kuala Lumpur Malaysia.

Baca Juga :  Ketum Golkar Diadukan ke Dewan Etik, "Padahal sudah sesuai aturan"

Karena itu membawa masalah dugaan “kecurangan” ke MK apalagi diikuti dengan petitum pembatalan Keputusan KPU tentang hasil Pilpres dan meminta PSU diseluruh Indonesia, serta diskualifikasi paslon 02 itu, jelas bukan saja naif dan gugatan yang salah alamat  tetapi justru dapat diduga sepertinya mencoba membangun suatu “strategi pemenangan subyektifnya yang mengandung niat curang”.

Demikian juga mempermasalahkan KPU yang mengesahkan Gibran sebagai Cawapres tanpa terlebih dahulu merevisi PKPU, yang didalilkan “melanggar hukum dan etika” diikuti “petitum diskualifikasi”, adalah “sesat”. Semua memahami KPU itu berdasarkan Pasal 22E ayat (5) UUD 1945 adalah penyelenggara pemilihan umum dengan melaksanakan UU Pemilu yang diamanatkan Pasal 22E ayat (6)  UUD 1945. Karena Putusan MK adalah final dan mengikat sesuai Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, maka UU Pemilu serta merta berubah dan berlaku sesuai Putusan MK, maka KPU wajib melaksanakan UU Pemilu yang mutakhir dan berlaku pasca Putusan MK yang final dan mengikat itu.

Adapun PKPU yang dibuat dengan otoritas KPU sendiri haruslah tunduk pada UU Pemilu. Meskipun idealnya memang KPU segera merevisi PKPU yang ada untuk menyesuaikan pada UU Pemilu pasca Putusan MK tetapi  tanpa harus merevisi terlebih dahulu PKPU itu, bahwa KPU dapat dan wajib melaksanakan UU Pemilu sesuai Pasal 22 E ayat (6) UUD 1945 dan PKPU yang kedudukannya dibawah UU Pemilu otomatis menyesuaikan pada UU yang mendasarinya.

Baca Juga :  Etika Terbalik Partai Nasdem

Analog dengan itu, UU Pemilu otomatis menyesuaikan pada Putusan MK tanpa harus DPR merubahnya lebih dulu dengan peersetujuan Presiden.   Karena itu selain tidak ada masalah yang prinsipil disitu, adalah juga aneh mengapa paslon 01 dan paslon 03 tidak mempermasalahkan revisi PKPU itu pada saat pendaftaran Paslon tetapi malah menggugatnya pada pasca Pilpres di MK dan diikuti petitum pembatalan hasil pilpres serta diskualifikasi paslon 02 atau Cawapres Gibran ?

Dari seluruh keterangan para pihak termasuk para Saksi dan Ahli , empat Menteri, Bawaslu dan KPU atas segala pertanyaan yang ada termasuk pertanyaan para Hakim MK , tanpa bermaksud mengurangi nilai kebebasan berpendapat, kami SOKSI memandang tidak ada dari proses persidangan MK itu yang bisa dikonversi terhadap hasil Pilpres yang mengurangi perolehan suara Paslon 02 Prabowo – Gibran sebagai bagian dari putusan perselisihan hasil Pemilu yang dimaksudkan oleh Pasal 24 C Ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 74 UU MK, tandas Wakil Ketua Dewan Pakar Partai Golkar itu.

Kedua, bahwa delapan orang hakim majelis MK yang mulia masih layak dipercaya memiliki integritas, kepribadian tidak tercela, adil, negarawan, menguasai konstitusi dan ketatanegaraaan sebagaimana diamanatkan Pasal 24C ayat ( 5 ). Masing-masing kedelapan hakim MK yang mulia itu juga telah berpengalaman diberbagai bidang yang sudah teruji kematangannya sehingga masing-masing pribadi layak dipercaya kemampuannya membedakan antara mana yang benar – baik dan mungkin serta tidak mudah terprovokasi dengan berbagai bentuk termasuk bentuk “amicus curiae” dan unjuk rasa berbagai kelompok serta para “praktisi berbaju akademisi”.

Baca Juga :  Siapa yang Radikal?

Kami SOKSI menaruh harapan dan kepercayaan kepada delapan orang hakim majelis MK yang mulia niscaya akan menetapkan amar putusan yang adil, benar dan baik bagi kehidupan rakyat,bangsa dan negara sesuai kewenangan MK memutus perselisihan hasil Pemilu dalam hal ini Pilpres 2024 berdasarkan Konstitusi UUD 1945 dan UU yang berlaku, tegas politisi senior Partai Golkar binaan Prof.Dr.Suhardiman Pendiri SOKSI dan Partai Golkar itu.

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *