“Kelompok pesilat ini merasa tersinggung dengan perkataan anggota PSHT dan kemudian mengajak teman-temannya untuk melakukan penyerangan,” jelas Imam.
Dalam kasus ini, Diyo dijerat dengan pasal 160 KUHP karena diduga menghasut teman-temannya untuk melakukan penyerangan. Selain itu, tersangka juga dikenakan pasal 221 KUHP karena disinyalir menyuruh pelaku anak-anak, GV, untuk membakar tas, baju sakral, sabuk, dan buku jurus PSHT milik korban.
“Tindakan membakar tas, baju sakral, dan buku jurus silat bukan karena kebencian, melainkan untuk menghilangkan bukti karena mereka takut sudah ketahuan oleh polisi,” tambah Imam.
Sementara itu, tersangka Fanani dijerat dengan pasal 170 KUHP karena ia merusak dua sepeda motor milik pendekar PSHT yang tertinggal di Balai Desa Windurejo. Saat ini, Diyo dan Fanani harus mendekam di Rutan Polres Mojokerto.
Kasus penyerangan ini memicu unjuk rasa ratusan warga PSHT di depan Mapolres Mojokerto pada Jumat 27 Oktober 2023 malam. Massa PSHT dari Mojokerto, Pasuruan, dan Sidoarjo turun ke jalan setelah beredar informasi palsu bahwa polisi belum mengambil tindakan terkait kasus tersebut.
Setelah unjuk rasa, massa bergerak dari Mapolres Mojokerto menuju ke arah timur. Sebagian massa PSHT menyerang Bengkel Coffee di Jalan Gajah Mada, Desa Menanggal, Mojosari, pada pukul 23.00 WIB. Peristiwa tersebut dipicu oleh percakapan dengan korban, Tri Laksana (26), yang merupakan penjaga outlet perusahaan ekspedisi dan yang menyapa rombongan.