“kejahatan para penguasa lalim selalu saja bisa direkayasa dan ditutup rapat dihadapan rakyatnya, tapi tidaklah dihadapan Tuhan. Karenanya, tunggu saja saat hukum Tuhan bekerja dan bicara. Kalau tidak hari ini ya lusa, kalau tidak tahun ini ya tahun depan…”.
Penggarong uang rakyat sebenarnya sempat berpesta bersamaan dengan hadirnya kepemimpinan baru KPK menyusul terbitnya produk UU KPK baru yang membatasi fungsi penyadapan. Bahkan para aktivis pun sempat dibuat pesimis saat Jendral Pol Firli di dapuk memimpin KPK.
Kini Jendral Firli membuktikan diri dengan tindakan dan bukan dengan kata-kata. Belum genap satu bulan kepemimpinannya, melalui operasi senyap OTT telah mendapatkan tangkapan besar di Jatim yang selama ini dikenal publik jatim sebagai orang kuat dan tidak mungkin terjamah oleh hukum.
Gebrakan Jendral Pol Firli dkk kiranya tidak akan berhenti di Sidoarjo. Apalagi karakter kepemimpinan banyak kepala daerah di jawa timur yang hampir sama dengan bupati Sidoarjo. Kalapun ada yang berbeda, sekedar modus operasi kejahatannya saja.
KPK sepertinya paham betul bahwa dalam rangka menghilangkan jejak, para predator APBD tidak lagi menggunakan ponsel pintar sebagai alat komunikasi. Mengutus orang terdekat dan kemudian melakukan pertemuan langsung untuk melakukan transaksi adalah modus barunya. Hasil transaksinya pun selalu berbentuk cash dan tidak diserahkan langsung kepada bupati. Tapi diserahkan kepada pihak lain sebelum ke orang kepercayaan Kepala Daerah.