Opini  

Aktualisasi Marhaenisme di Era Digital

Ilustrasi kaum Marhaen
Ilustrasi kaum Marhaen

Oleh: M. Ageng Dendy S, S.I.Kom (Ketua DPD GMNI Jawa Timur 2016-2018)

M. Ageng Dendy S, S.I.Kom (Ketua DPD GMNI Jawa Timur 2016-2018)
M. Ageng Dendy S, S.I.Kom (Ketua DPD GMNI Jawa Timur 2016-2018)

Jatim1.com – Opini – Salah satu karya agung Soekarno di dunia pemikiran dan perjuangan praksis adalah Marhaenisme. Ajarannya ini menjadi ideologi perjuangan yang digunakan oleh salah satu organisasi kader terbesar yakni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia. Marhaenisme dicetuskan Presiden pertama Republik Indonesia ini sebagai paham untuk melawan penindasan oleh sistem yang merugikan rakyat.

Mengutip pidato Bung Karno pada pembukaan Kongres GMNI 17 Februari 1959 mengatakan, marhaenisme adalah asas dan cara perjuangan menuju kepada hilangnya kapitalisme, imprealisme, dan kolonialisme. Bung Karno menyatakan, secara positif marhaenisme adalah sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi, sebab nasionalismenya kaum marhaen adalah nasionalisme yang social bewust. Dan, demokrasi kaum marhaen adalah demokrasi yang social bewust.

Apa yang dikatakan Soekarno sebagai tiga prinsip perjuangan : geestwildaad. Kata-kata tersebut diambil dari Bahasa Belanda yang berarti: Semangat – Kemauan – Perbuatan. Walaupun begitu simple terdengar, namun penganut-penganutnya yang disebut sebagai kaum Marhaenis sampai sekarang banyak jumlahnya, tetapi mereka nyaris tidak terpelihara, bahkan tercerai-berai dalam fragmentasi dan faksi-faksi, entah apa sebabnya, itu yang perlu untuk dipikirkan bersama. Kembali kepada prinsip perjuangan seperti yang dikatakan Soekarno bahwa semangat, kemauan, dan perbuatan tentang ideologi Marhaenisme harus terus kita bumikan dalam self actuality dan ideology actuality sesuai dengan perkembangan sosial nasional demokrasi di bumi pertiwi.

Pada era penjajahan, paham tersebut digunakan untuk membela petani yang memiliki lahan dan alat produksi tapi tidak bisa hidup sebanding dengan apa yang dimiliki karena tertindas oleh sistem pada waktu itu.

Milenial dan Digital

Penelitian Indonesia Millenial Report 2019 yang menyesuaikan dengan data Bappenas, menyebutkan ada sekitar 63 juta Millenium (20-35 tahun) di Indonesia. Ini sebanding dengan 24% populasi umur produktif (14-64 tahun), dimana terhitung sampai 179,1 juta orang di Indonesia. Badan Pusat Statistik Indonesia memproyeksikan bahwa Millenium yang merupakan grup mayoritas dalam struktur demografis Indonesia. World Economic Forum (WEF) pada tahun 2015 lalu pernah memprediksi Indonesia akan menempati peringkat ke-8 ekonomi dunia pada tahun 2020. Foundation yang berbasis di negara Swiss ini juga menerka bahwa Indonesia akan menjadi pasar digital terbesar di Asia Tenggara di tahun 2020, dengan pengguna internet mencapai 140 juta.

Baca Juga :  Corona, Uji Atas Ketulusan Beragama

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *