Jatim1.com – Surabaya – Salah satu pakar psikologi Universitas Airlangga Dr. Hamidah, M.Si., Psikolog., menjelaskan bahwa meskipun konflik atau perceraian terjadi pada orang tua, diharapkan mereka dapat menjaga perhatian pada anak dengan tetap seimbang. Tingkat stres yang dialami oleh anak bergantung dari beberapa hal, seperti pola asuh, kehilangan salah satu figur, persepsi anak pada orang tua, dan lainnya.
Peristiwa perceraian memberikan dampak yang mendalam bagi suami, istri, dan tentunya bagi anak-anak dalam keluarga. Beberapa di antaranya yaitu, menimbulkan stres, tekanan, serta perubahan mental dan fisik. Peristiwa perceraian juga dapat membuat anak larut dalam konflik orang tua, kebingungan, serta kehilangan peran orang tua.
“Kondisi tersebut (perhatian yang seimbang, red) dapat mengurangi beban si anak mungkin ketika tidak bisa menemui salah satu pihak. Stres kadang kali muncul dengan tidak disadari secara penuh, sehingga hal tersebut tidak terkelola dengan baik. Kemudian, berat dan ringannya stres pada anak bergantung dari bagaimana orang tua memberlakukan dan bagaimana anak mempersepsikan perilaku dari orang tuanya. Menurut Hamidah, stres merupakan sebuah hal yang perseptual.,” Ungkapnya. Rabu, (11/3/2020).
Selain stres, perilaku tertentu akibat perceraian juga dapat muncul seiring dengan perubahan kondisi yang dialami oleh anak. Seperti kekecewaan tidak bersama orang tua, kekecewaan tidak terpenuhinya kebutuhan fisik dan psikologis, agresif, menghindar, menentang, melarikan pada kegiatan di luar rumah, dan lainnya.
Menanggapi hal tersebut, sebuah metode terapi bermain menjadi solusi untuk menurunkan tingkat stres pada anak. Terapi bermain merupakan suatu model untuk membangun proses interpersonal pada anak, dikarenakan bermain merupakan cara alami bagi anak untuk belajar dan berinteraksi dengan orang lain.