Calon presiden yang bersaing kemudian sama sama menjadi penguasa, tak pernah terjadi dalam seluruh pemilu langsung Indonesia. Bahkan tak pernah terjadi juga dalam ratusan tahun pilpres di Amerika Serikat. Tim Riset LSI menganggap bersatunya dua calon presiden yang bersaing, sama sama menjadi penguasa, yg satu presiden, yang satu menteri, itu positif.
Mengapa positif? Ada dua alasan.
Pertama, ini sebuah terobosan politik. Langkah yang tak terduga. Langkah out of the box. Yang justru efeknya memperkuat negara. Dalam bisnis ada istilah Koopetisi. Ini gabungan dari Kooperasi dan Kompetisi. Itu sebuah platform baru yang menyatukan kerjasama dan persaingan sekaligus. Dua pihak yang berkompetisi ada baiknya dalam satu momen juga melakukan kerjasama untuk kepentingan semua. Lalu setelah itu boleh berkompetisi lagi.
Pernah terjadi kasus Koopetisi ini antara mobil Peugeot Citroen dan mobil toyota. Ini dua mobil yang bersaing. Tapi pernah dalam satu momen mereka bekerja sama, menghasilkan sebuah mesin baru. Dengan kerja sama, semua harga produksi dibagi. Masing bisa memperoleh mesin baru dengan harga lebih murah. Mesin baru itu sangat nyata meningkatkan kualitas baik untuk mobil Peugeot Citroen ataupun Toyota. Selesai kerjasama, kemudian Peugeot Citroen dan Toyota bersaing kembali.
Sebuah buku ditulis oleh Adam Brandenburger dan Barry J Nalebuff. Yang satu lulusan Harvard Bisnis School. Yang satu lulusan Yale Bisnis School. Mereka menulis buku berjudul Coopetition: The ability to cooperate and compete together. Kemampuan bersaing dan bekerjasama sekaligus.
Persaingan lalu kerjasama sangat dianjurkan dalam bisnis di zaman now. Dunia politik dapat pula mencontohnya. Sebut saja ini sebuah ijtihad politik. Dalam ijtihad, jika benar pahalanya dua. Jika salah, pahalanya satu. Sebuah terobosan baru selalu kita hargai.
Alasan kedua, mengapa kita mendukung bersatunya dua capres yang besaing? Itu untuk membuat kasus yang kongkret. Kasus itu segera kita rujuk untuk memberi hikmah: berpolitiklah dengan rileks. Bersainglah dengan lebih santai.
Lihatlah Jokowi dan Prabowo. Toh ujungnya mereka bersatu. Kasus ini penting karena dalam pilpres 2019, publik terbelah. Terjadi pembelahan politik yang dahsyat. Isu agama dimainkan pula. Tak hanya banyak persahabatan yang pecah dan komunitas yang terbelah. Tak jarang satu keluargapun bersitegang. Yang satu membela Jokowi. Yang lain membela Prabowo.