Opini  

Gen Z dan Tren Politik Masa Kini

Taufikur Rohman, Co-Chairman Navigator Muda Indonesia

Posisi Strategi Gen Z

Merujuk dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang dirilis Komisi Pemilihan Umum (KPU), ada 113 juta pemilih atau 56,45 persen dari kelompok milenial dan Gen Z. Jika dirinci, milenial sebanyak 66,8 juta sementara Gen Z sebesar 46,8 juta. Selain dari pada itu antusiasme terhadap pesta demokrasi di kalangan Gen z mengamali peningkatan. Mengutip dari hasil survei Litbang kompas periode 25 Januari-4 Februari 2023 juga merekam antusiasme gen Z untuk berpartisipasi pada Pemilu 2024. Dari 1.202 responden di 38 provinsi yang disurvei, mayoritas atau 67,8 persen responden menyatakan akan menggunakan hak pilihnya, baik untuk memilih calon presiden (capres), parpol, maupun calon anggota legislatif (caleg).

Posisi strategis Gen z ini menjadi banyak rebutan politisi dalam mengaktualisasikan kepentingan politiknya. Sehingga seluruh cara di kerahkan untuk menggaet suara mereka. Berbeda dari tahun politik sebelumnya, atensi dan kepedulian Gen Z terhadap situasi politik terus mengalami peningkatan. Misalnya mengutip dari Hasil survei CSIS itu menyatakan karakter calon pemimpin di 2024 di mata anak muda mengalami perubahan dibanding 2019 lalu. Karakter figur politik yang paling banyak diminati adalah pemimpin jujur dan tidak korupsi. Kesadaran bahwa variable ini sangat penting, menunjukkan bahwa Gen Z punya kesadaran dan sikap politik yang jelas.  Hal positif ini sangat penting di akomodasi dengan melibatkan mereka dalam banyak program dan kegiatan politik.

Aspirasi Gen Z

Beranjak dari kepedulian dan kesadaran Gen Z yang terus meningkat, namun agaknya mereka punya fundamental issue tersendiri. Berkaca dari tren politik di belahan dunia, menunjukan bahwa isu hak asasi manusia dan kesejahteraan ekonomi merupakan isu utama yang menjadi perhatian. Misalnya Survei Center for Generational Kinetics (2016) menggarisbawahi generasi Z di AS dapat dikatakan “liberal dalam hal hak asasi indvidu, tetapi konservatif secara finansial”. Hal senada juga terjadi di inggris. Penelitian Komisi Eropa (2013) menemukan bahwa Konektivitas digital telah membentuk generasi Z di Inggris untuk merasa sebagai warga global yang harus peduli isu internasional, terutama yang berdampak secara regional, seperti terorisme dan krisis pengungsi di Eropa. Tren aspirasi politik di Indonesia juga menunjukkan hasil yang sama, bahwa hak asasi manusia dan kesejahteraan ekonomi merupakan hal penting yang harus menjadi program utama para pemimpin negara.