AMDN menilai, proses seleksi penerima BPPDN tidak transparan, karena kriteria penilaian kelayakan mahasiswa penerima beasiswa tidak jelas. Malahan, para pelamar BPPDN diwajibkan terlebih dahulu membayar uang kuliah tunggal (UKT) pada kampus penyelenggara program doktor, sebelum dinyatakan diterima atau tidak sebagai penerima beasiswa.
Hal ini tentu memberikan beban finansial bagi para dosen. Ironisnya, pada beberapa perguruan tinggi penyelenggara BPPDN juga ditemukan kasus dimana calon mahasiswa tidak membayar UKT namun dinyatakan lolos sebagai penerima BPPDN. Hal ini semakin memperkuat banyaknya keganjilan pada proses seleksi BPPDN 2019.
“Kami akan meminta Presiden Joko Widodo untuk mendesak Kemenristek Dikti atau Kemendikbud, untuk mencari solusi atas kelanjutan studi para dosen muda Indonesia yang saat ini sedang menempuh studi doktoral, karena kami adalah korban dari carut-marutnya program BPPDN di tahun 2019. Selain itu, kami mohon agar Nadiem Makarim memperhatikan adanya mafia dalam dunia pendidikan. Kami juga merasa BPK RI perlu melakukan audit investigasi pemeriksaan dengan tujuan tertentu, agar program BPPDN tidak kembali memakan korban,” Ujar Ketua AMDN Jasril Pilang