Opini  

Mungkinkah Target Pariwisata Tercapai dengan Kondisi Harga Tiket Pesawat yang Mahal?

Suryani Sidik Motik

Namun sepertinya “gayung tidak bersambut”. Upaya menarik wisatawan ke area “Bali baru” terkendala dengan mahalnya harga tiket pesawat dari dan ke wilayah tersebut. Mahalnya harga tiket pesawat juga dikeluhkan oleh wisatawan lokal. Dengan alasan tiket pesawat mahal, wisatawan lokal lebih memilih berpariwisata ke luar negeri.

Sebagai contoh, untuk tiket pesawat Jakarta – Labuan Bajo pada tanggal 28 Desember 2019 sebesar Rp 2.247.000/pax, sedangka di tanggal yang sama harga tiket Jakarta – Singapura Rp 1.507.500/pax.

Wisatawan lokal yang memilih berlibur keluar negeri dengan alasan tiket mahal bukan “tidak memiliki rasa nasionalis, namun karena ekonomis”. Wisatawan lokal sangat ingin berlibur ke destinasi “bali baru”, namun selisih harga tiket yang sangat besar membuat urung.

Selain keluhan mahalnya harga tiket pesawat, pengelola daerah wisata juga kurang “friendly” dengan kebutuhan kaum milenial. Sebagaimana dikatakan oleh Kepala Biro Komunikasi Publik Kemenpar Guntur Sakti yang dilansir pada media online Bisnis.com (9/9/2019) menyatakan bahwa “dalam 5 tahun terakhir yaitu sepanjang 2013—2018, jumlah perjalanan wisatawan domestik memang telah meningkat lebih dari 21%. Menurutnya, selama ini tren wisatawan domestik yang terus meningkat lebih didominasi oleh generasi milenial, yaitu sekitar 70 persen”.

Kaum milenial yang senang “berpetualang” dan sedikit bermalam, kurang membutuhkan hotel yang lengkap fasilitasnya. Mereka lebih memilih penginapan “praktis”. Keinginan wisatawan milenial berpetualang, semestinya dapat disikapi oleh pengelola wisata dengan menyediakan paket-paket wisata yang “milenial friendly”, termasuk penyediaan berbagai moda transportasi yang digunakan untuk menjangkau ke lokasi tersebut.

Exit mobile version