Opini  

Siapa yang Radikal?

Tuduhan ini didukung oleh komentar yang berfokus pada gaya berpakaiannya—celana di atas mata kaki dan janggut panjang—yang merupakan gaya Sunnah terkait dengan gerakan religius yang saleh.

Para analis telah mencatat bahwa waktu dari adanya dugaan-dugaan ini penting seiringan dengan fitnah terhadap Komisi disaat pemerintah berusaha melemahkan kekuasaannya. Ada dugaan bahwa kampanye kotor ini dirancang agar masyarakat Indonesia mendukung pelemahan legislatif dari Komisi ini.

Apakah ‘Radikal’ Merupakan PKI Baru?

KPK harus terus membela diri di arena publik Indonesia dan bahkan telah bekerja dengan badan nasional penanggulangan terorisme untuk membuktikan bahwa tidak ada yang ‘radikal’ di dalam organisasi. Tapi mungkin salah satu elemen yang paling mengungkapkan episode ini adalah pengamatan Novel Baswedan milik KPK pada bulan September tahun ini bahwa

“Label seperti Radikal [sekarang] penggunaannya sama dengan cara label komunisme digunakan selama era Orde Baru, yang digunakan untuk membungkam mereka yang menentang pemerintah.”

Aktivis hak asasi manusia Indonesia, pakar kekerasan dan keamanan, dan organisasi masyarakat sipil semakin khawatir tentang perkembangan ini. Pemerintah Indonesia telah semakin percaya diri dalam menggunakan label ‘radikal’ untuk mendelegitimasi pengkritiknya. Tidak ada indikasi bahwa nasionalis dan pemimpin politik yang pro-pemerintah akan berhenti memanipulasi ketakutan publik akan radikalisme untuk tujuan politik. Tetapi ini menimbulkan pertanyaan yang tidak mengenakkan: Apa implikasinya bagi kontraterorisme dan kerja kontra-radikalisasi secara aktual? Dan yang lebih penting, apa arti dari hal ini bagi demokratisasi?

Bermanis-manis berbicara tentang Islam moderat sementara mengikis kebebasan minoritas, hak asasi manusia, dan masyarakat sipil tidak akan menandingi ‘Islam radikal.’ Namun, apa yang akan diakibatkannya ialah mengungkap tatanan demokrasi belia yang menyatukan negara Indonesia. Orang Indonesia dan para pengamat Indonesia juga harus menunggu untuk melihat bagaimana konsekuensi jangka panjangnya.

Penerjemah : A. Faricha Mantika dan Reza Maulana Hika

Exit mobile version