Oleh : Rudi S. Kamri – Pengamat Sosial Politik
Jatim1.com – Bukan Surya Paloh dan Partai Nasional Demokrat (Nasdem) kalau tidak berani membuat perlawanan terbuka kepada Pemerintah. Meskipun para elite partai Nasdem mulai dari Surya Paloh sampai pimpinan partai yang lain tetap berbusa-busa mengatakan masih dalam barisan koalisi pemerintahan Jokowi-Amin, tapi tetap saja perilaku mereka menunjukkan hal yang sebaliknya.
Sebagai contoh dalam Kongres Partai Nasdem yang berlangsung mulai tanggal 8 11 November 2019 di Jakarta. Partai Nasdem nekat merusak etika dan tatanan ketatanegaraan. Kongres dibuka oleh seorang gubernur dan akan ditutup oleh Presiden. Ini tentu saja tidak lazim dan jelas melanggar aturan dan etika kenegaraan yang biasa dilakukan. Bagi saya ini merupakan perlawanan terbuka yang dilakukan partai Nasdem. Kalau saja Gubernur DKI Jakarta bukan Anies Baswedan, apakah mungkin dia diberikan panggung untuk membuka kongres sebuah partai koalisi pemerintah?
Pemberian panggung kepada Anies Baswedan menurut saya tidak lepas dari rencana partai ini untuk mendukungnya untuk Pilgub DKI Jakarta 2022 dan Pilpres 2024. Penggunaan figur Anies untuk membuka kongres adalah pesan perlawanan kuat kepada Presiden Jokowi karena Anies adalah figur perlawanan kepada Presiden Jokowi.
Tapi meskipun ada rencana partai ini akan mendukung Anies tetap saja pemberian panggung untuk membuka kongres adalah langkah yang sangat tidak etis. Karena belum ada dalam sejarah suatu partai dalam kongresnya dibuka oleh seorang gubernur dan ditutup oleh Presiden. Ini logika terbalik elite partai Nasdem yang jelas-jelas ada unsur pelecehan marwah Kepala Negara.